Sabtu, 23 Mei 2015

^^ (9)

Sesendok kopi hitam khas Jambi kukawinkan secara paksa dengan susu kental cair tanpa peduli berapa takaran yang pas, berapa temperatur air panas ataupun hukum-hukum wajib coffee maker. Yang jelas kopi susu ini berhasil membunuh kesepianku.
Sebagai penikmat kopi, aku sangat ingin mempunyai kemampuan seperti seorang Barista. Biji kopi yang memiliki rasa pahit seperti robusta ataupun cenderung asam seperti arabika, mampu mereka olah menjadi secangkir kopi yang dapat menggairahkan setiap pelanggannya.

Kemaren aku benar-benar hangus terbakar cemburu dan keraguan. Dan hari ini aku berusaha bangkit dan mencoba menghadapinya. Meletakkan pondasi keyakinanku akan cinta yang kau ucapkan padaku selama ini.
Urat-uratku menggigil karena rasa cemburu.
Otakku tersesat dalam labirin imajinasi konyol tanpa arah.
Hatiku terhanyut dalam pusaran air laut yang menghancurkan benteng-benteng pertahanan ego cintaku.
Mendadak aku menjadi ditektif yang berusaha menemukan logika-logika absurd yang kupaksakan menjadi fakta ataupun mencari dalih dari alibimu.

“Montok, aku percaya samamu, tapi aku tak pernah bisa percaya sama orang lain yang mengaku hanya ingin berteman sama mu”
Itu yang selalu kuungkapkan, dan entah kenapa teori itu kuyakini kebenarannya. Mungkin aku cenayang yang bisa membaca isi pikiran laki-laki lain yang berusaha mendekatimu sayang.

Sejak pertama kali aku mengenalmu dan kita menjalin hubungan ini, hal yang paling kutakutkan adalah rasa cemburu. Karena kau mudah untuk disayangi. Dari parasmu. Dari sifatmu. Dari cara pandangmu. Dari cara mengobrolmu. Dari perhatianmu. Selalu ada alasan untuk menaruh hati padamu. Dan itu kusadari dari awal, karena itu juga yang membuatku jatuh cinta padamu.

Hari ini kau pergi dengan seseorang yang “hanya” kau anggap teman. Itu yang kau katakan. Dan berkali-kali kau menjawab, kalau kau tak akan berubah dan akan tetap sama menjadi wanita yang hanya milikku seorang. Janji itu yang kupegang sayang.
Mengijinkanmu pergi bersama orang lain. Apakah itu bukti kedewasaanku dalam hubungan kita, atau hal bodoh yang telah kuperbuat. Yang kutahu saat ini, “ rasa percayaku sama mu lebih besar dari rasa curigaku pada dirinya “

Sekarang jarak memisahkan kita. Aku tau kau kesepian. Kau merindukanku. Kau membutuhkanku. Tapi jangan biarkan otak dan hatimu berpikir untuk mencari sosok lain yang bisa menggantikan peranku sementara. Jangan pernah bermain hati sayang.

Sifatmu yang periang dan egomu masih sering membuatmu tidak berpikir panjang, hingga kau tersesat dalam label pertemanan murni yang kau inginkan. Aku tau kau ingin punya banyak teman, tapi kau sering lupa bagaimana batasan bersikap terhadap teman, hingga temanmu merasa lebih dengan perhatian itu. Dan akhirnya mereka berusaha mencari celah ddalam hubungan kita, hingga akhirnya kau tersadar.

Kuyakin kau tak cukup sadar apa yang kurasakan saat ini. Tapi entah mengapa dan sejak kapan, pria yang sangat mencintaimu ini mungkin sudah lupa bagaimana caranya menyerah dan menepi. Karena cintaku bukan sekedar ambisi atau obsesi untuk memilikimu, ini murni dari hatiku. Aku mencintaimu.

Rasa cemburu, kecewa, dan ragu itu biarlah menjadi secangkir kopi yang tanpa kusadari telah kuhabiskan. Semua rasa itu luruh oleh air panas dengan temperatur dan tekanan yang pas, hingga aku tak sadar segelas kopi telah kuhabiskan.

Kau itu egois yank, kuharap kau pun egois dalam mencintaiku..hingga kau pun merasakan bagaimana takutnya aku jika kehilangan dirimu.





#NB: Dari balik dinding kamar kosku, saat aku mencapai paragraf terakhir dari tulisan ini terdengar samar-samar lagu yang seolah ingin memberitahu bahwa cinta harus memiliki saling percaya dan kejujuran.

Kau satu kekasih/Kulihat di sinar matamu/Tersimpan kekayaan batinmu//Di dalam senyummu/Kudengar bahasa kalbu/Mengalun bening menggetarkan/Kini dirimu yang selalu bertahta di benakku/Dan aku kan mengiringi/Bersama disetiap langkahmu//PERCAYALAH HANYA DIRIKU PALING MENGERTI KEGELISAHAN JIWAMU KASIH DAN ARTI KATA KECEWAMU/KASIH YAKINLAH HANYA AKU YANG PALING MEMAHAMI BESAR ARTI KEJUJURAN DIRI INDAH SATU SANUBARI KASIH/PERCAYALAH..

Rabu, 18 Maret 2015

LDR..

Mendengar istilah LDR pertama kali adalah saat membaca bukunya Raditya Dika, Kambing Jantan. LDR, Long Distance Relationship..
Istilah yang keren namun ternyata sangat menakutkan. Dan Radit pun gagal menjalaninya.
Di wikipedia didefinisikan bahwa LDR adalah hubungan istimewa antara dua orang yang harus terpisahkan secara geografi.
Jarak. Ketika kita menjalani hubungan cinta, maka kita merasa tidak lagi berjarak dengan pasangan kita, namun berbeda dengan LDR,jarak itu terbentuk diantaranya. Dan itu menyiksa!



Tidak ada teori pasti dalam cinta, dan tidak ada juga teori relativitas untuk mengukur hubungan jarak dan cinta.
Kalaupun ada ilmu pasti yang mendukung relativitas LDR, adalah Hukum Coulumb.

"Besar gaya tolak-menolak atau gaya tarik-menarik antara dua benda bermuatan listrik, berbanding lurus dengan besar masing-masing muatan listrik dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda bermuatan."

Dengan kata lain jarak bisa memperkecil gaya tarik-menarik antara benda yang bermuatan listrik (+) dan (-).

Menakutkan!

Dan ini lah yang sedang kuhadapi saat ini. LDR dan ketakutan yang mungkin saja terjadi di dalamnya.

Tapi cinta bukan sebuah kalkulasi. Cinta tidak dapat dihitung dengan rumus atau hukum pasti fisika.
Karena cinta itu seperti emas tapi tak memiliki karat, seperti cahaya yang tidak terukur intensitasnya, bahkan satuan newton pun tak bisa mengukur besarnya gaya dalam cinta.

Jika cinta adalah sebuah rasa maka cinta adalah satu-satunya rasa yang tidak memiliki indra. Cinta tidak dirasakan hanya oleh mata,kulit,lidah,telinga ataupun hidung. Cinta juga tidak bersemanyam dalam sel-sel otak manusia. Tidak ada teori pasti yang mendukung mengapa setiap kali cinta itu datang maka adrenalin tanpa perinta memacu jantung berdebar lebih cepat dari biasanya. Iya, cinta memang tidak terdefinisi secara anatomi dalam tubuh manusia.
Sehingga akan sangat lelah kita menjalaninya dengan segala perhitungan, dengan segala teori kegagalan ataupun statistik kegagalan, bahkan dengan perbandingan.

Hal ini lah yang ingin saya bagi melalui tulisan ini..
Cinta bukan sebuah teori fisika dengan perhitungan dan statistik, sehingga jarak tidak berbanding terbalik dengan hubungan cinta.
Cinta bukan sebuah istilah anatomi, sehingga kedekatan fisik bukan menjadi poin utama dalam cinta.
Cinta itu rasa dari jiwa. Dan hanya bisa dirasakan oleh hati, bukan raga.

Mungkin terdengar terlalu naif, tapi inilah yang selalu menguatkan saya.
Cinta bukan perkara jalan yang panjang atau terpisah, tapi masalah bagaimana orang yang menjalaninya.

Dalam LDR, Rindu seperti pedang bermata dua. Kadang menyenangkan. Kadang menakutkan.
Rindu membuat kita sering senyum manyun sendiri. Tapi rindu juga sering membuat kita menangis.
Rindu mungkin dapat seperti tali karet diantara dua tangan. Jika tangan itu dijauhkan maka karet akan semakin menegang, dan jika terus terjadi maka karet tersebut bisa putus.
Iya..tidak dipungkiri sejauh apa pun itu sebuah hubungan jarak jauh butuh waktu untuk melemaskan karet rindu tersebut.
Mungkin seharusnya rindu itu adalah satuan ukuran untuk cinta. Semakin besar rindu maka semakin besar pula cinta yang dirasakan.
Tapi terlalu munafik untuk berkata rindu itu menguatkan melalui telepon ataupun pesan singkat, jika setelahnya kita sendiri merasa kesepian.

Aaarggghhhh...aku mulai terjebak dalam logika-logika absurd tentang rindu dan cinta.

Setiap orang yang mencintai pasti merasakan Rindu. Dan itu wajar. Namun akan terasa aneh jika rindu itu tidak tertumpahkan oleh karena jarak. Itu aneh. Tapi nyata.
Dan itu lah yang harus kulalui saat ini.
Cinta dengan jarak, bukan cinta yang berjarak.

Semoga semua yang menjalani LDR saat ini dapat trus bertahan. Karena hanya cinta yang sesungguhnya yang bisa mengalahkan segala tantangan. Dan jarak tidak akan berarti apa-apa jika ada seseorang yang sangat berarti, yang selalu setia menanti.
 Happy anniversary 5 tahun 2 bulan montook..Merayakan dengan cara LDR memang sulit, tapi ini yang kita hadapi sekarang, dan kita harus bisa kuat menjalaninya..

LDR memang Long Distance Relationship, tapi LDR bukan Lelah Disiksa Rindu, dengan cinta yang tulung kita jalani LDR dengan Less Doubt Relationship sehingga akhirnya menjadi Like our Dream Relationship..

Kembali ke hukum Coulumb. Jarak memang berbanding terbalik dengan kuatnya daya tarik menarik, besarnya muatan listrik berbanding lurus. Jika memang jarak itu mulai besar, maka untuk mempertahankan daya tarik menarik adalah dengan memperbesar daya listrik kedua benda. Cinta tidak hanya memiliki kata rindu, tapi ada unsur lain seperti ketulusan, kejujuran dan kesetiaan.

Kamis, 05 Maret 2015

Bahtera Noah #1

" Assalamualaikum bu Nur "
" Wa'alaikumsalam " Jawab seorang ibu yang sedang duduk di kursinya megamati satu persatu nama di dalam buku tulis yang sudah mulai terlipat-lipat di sudut bukunya.

Usia ibu Nur sudah sekitar 50 tahunan, tapi wajahnya putihnya tetap terlihat ceria, ia tidak pernah lupa memoles aneka kosmetik di setiap sisi wajahnya, alisnya terlihat begitu rapi melengkung di atas mata binarnya, dan juga gincu merah darah yang selalu mawarnai bibirnya. Hari ini ia memakai jilbab putih bersih, sewarna dengan seragam putihnya yang juga terlihat sangat bersih. Tubuhnya juga tak kalah dengan anak-anak gadis usia puber, dengan tinggi semampai dan badan yang langsing, pasti semua akan salah mengira-ngira berapa usia ibu Nur, padahal dia sudah memiliki 3 anak. Untuk ibu-ibu seusianya ia termasuk ibu yang sangat modis dan sadar fashion.

" Eh..nak Jonathan, gimana kabarnya?sepertinya makin gemukkan ya? "
" Alhamdulillah, sehat wal afiat bu. " Jawabku seraya tertawa kecil mendengar pendapat bu Nur kalau aku makin gemuk. " Ibu sendiri kayaknya satu bulan sudah gak ketemu tapi pipinya masih terus merona, bibirnya pun merah merekah. Gak salah dulu orang tua ibu memberi nama Nur Hayati, Cahaya Kehidupan " Kali ini bu Nur yang tersenyum mungil mendengar perkataan gombalku.

Sebenarnya itu bukan gombal. Ibu Nur memang seperti cahaya bagi kehidupanku. Tuhan menciptakan Bintang yang sangat besar yang memancarkan sinarnya untuk dunia ini, yang kita kenal dengan nama matahari. Tapi di ruang kecil berukuran 3x4 meter ini, matahari tidak sanggup menembus dinding tebal yang memisahkan ironi dua dunia terpisah oleh persepsi sepihak yang merendahkan hak hidup seorang manusia. Matahari tidak sanggup menghangatkan setiap sendi yang telah membeku dari mereka yang tertunduk dan mematung mendengar nasib mereka dibacakan di ruangan ini. Matahari juga tidak mungkin mampu memberi secercah cahaya terang bagi anak manusia yang telah melangkah tanpa asa dalam kegelapan masa depan.

Di ruangan ini cukup seorang ibu Nur yang mampu menghancurkan dinding tebal yang menyekat kehidupanku. Cukup seorang ibu Nur yang dengan senyumnya semua kekakuanku melunak. Dan ibu Nur lah, yang sedikit demi sedikit, secara perlahan membantuku mengumpulkan puing-puing asa sehingga aku bisa memiliki semangat untuk sekedar hidup bahkan memiliki kehidupanku sendiri.

Sudah 15 tahun ini aku selalu bertemu dengannya setiap seminggu sekali ato 2 minggu sekali. Bahkan tidak jarang waktu kecil dulu aku dan nenekku diundang ke rumahnya untuk menikmati makan malam bersama keluarganya. Ia juga tidak pernah melarangku bermain dengan anak-anaknya, bahkan keluarga ibu Nur sudah menganggapku seperti bagian dari keluarga mereka.

" Kamu memang paling jago menggoda."
" Hahaha.. Serius ini bu, bagiku dan teman-teman bu Nur itu memang cahaya bagi kami"

" Kamu sendiri tau gak arti namamu, kenapa kamu dikasih nama Jonathan?" Pertanyaan sederhana dari bu Nur, tapi cukup sulit menjawabnya, karena aku harus membuka kembali tumpukan memori lama yang telah lama kubiarkan berdebu di sudut-sudut ruang memori otakku. Lembar kisah masa lalu seorang anak kecil yang harusnya melewati harinya dengan bahagia, tapi harus kehilangan segalanya secara sekejap, tanpa kusadari semua kebahagiaan itu telah terkikis masa-masa kelam yang mulai menyelimuti hari-hariku. Butuh waktu lama untuk aku bisa mengerti, menerima, dan berusaha bangkit kemudian berlari menjauhi tumpukan masa lalu itu. Tapi hari ini, malaikat penolongku berusaha agar aku mendekati tumpukan usang berdebu di sudut ruang memoriku. Apa yang harus kulakukan? Apa maksud pertanyaan bu Nur? Tidakkah dia tahu kalau aku sangat membenci masa laluku! Kenapa orang yang selama ini paling mengerti diriku harus bertanya hal yang tak ingin kudengar?


***

Aku tak mampu lagi menahannya, seolah tumpukan itu memiliki daya magnet yang menarikku mendekat. Memaksaku membuka kembali lembaran-lembaran waktu yang telah terlewati.

Lembaran itu memberi visualisasi yang jelas dalam otakku. Saat seorang lelaki tegap berkulit sawo matang akibat terbakar terik matahari dengan seragam putih biru dan tas ransel di pundaknya, berlari kencang untuk mendapati aku dan seorang wanita cantik berkulit putih bersih yang dari tadi menimangku dalam kain gendong yang dililit di tubuhnya. Dua orang dewasa itu tersenyum bahagia, tampak partikel-partikel rindu yang terpacar dari mata keduanya. Sepertinya jarak ribuan mil telah memisahkan mereka berdua untuk waktu yang lama. Hingga pertemuan kali ini menjadi akhir drama rindu mereka.
" Siapa namanya sayang?" Tanya wanita itu.
" Aku akan memberi nama anak kita Jonathan."
" Nama yang indah, artinya apa?"
" Jonathan itu artinya Hadiah dari Tuhan." Jawab lelaki itu sambil meraihku dari pelukan wanita yang merupakan istrinya, lalu memelukku dengan penuh kehangatan dan kasih sayang.
" Sayang, terima kasih untuk hadiah terindah dalam hidupku, Tuhan sangat baik padaku, aku diberi istri yang cantik dan anak yang ganteng. Sayang, bulan depan aku akan berhenti berlayar, tadi aku bertemu dengan seorang pengusaha di atas kapal, dan dia mau menerimaku bekerja di perusahaannya, jadinya aku tak perlu ,meninggalkan kalian untuk waktu yang lama, aku ingin membesarkan anak kita berdua denganmu."
" Kamu serius sayang?" Wajah wanita itu seolah tak percaya. Suaminya yang seorang pelaut itu sebentar lagi akan bisa terus bersamanya menemaninya mengasuh anak. Dan ia tak perlu khawatir menunggu dalam waktu lama kedatangan orang yang sangat dicintainya itu.

Lelaki pelaut itu memang seorang petualang laut yang hidup dengan bebas tanpa batas, 3 tahun lalu mereka bertemu di bulan februari, saat kapal si pelaut berlabuh di kota wanita ini. Sejak saat itu mereka sering berhubungan, bertukar kabar melalui pesan singkat dan bertemu 3 kali setahun setiap kapal si pelaut berlabuh di kota wanita ini.

Sedangkan bagi lelaki itu, wanita yang sekarang menjadi istrinya itu, seperti bidadari yang sengaja dikirim Tuhan baginya. Karena jatuh cinta sama wanita ini, lelaki pelaut itu mulai meninggalkan kehidupan gelapnya, iya berhenti mabuk-mabukan bersama teman-temannya di klab malam di setiap kota tempat kapal mereka berlabuh. Ia memilih diam di dek kapal membalas pesan singkat sang bidadari penakluk hati. Ia berjanji pada dirinya untuk memulai lembaran baru dengan wanita cantik yang sangat mempesonanya.

Setelah 2 tahun perkenalan dan hubungan jarak jauh yang mereka ciptakan, akhirnya mereka memberanikan diri mengikat janji suci di depan altar Tuhan.


***

Aku ingat saat usiaku 5 tahun, aku mendapat hadiah perayaan ulang tahunku. Semua keluarga dan teman-teman hadir di perayaan ulang tahunku. Lelaki pelaut yang kupanggil dengan nama ayah itu terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan para tamu, sedangkan wanita cantik yang terlihat makin kurus itu kusapa dengan panggilan mama, sedang sibuk menyiapkan meja makan bersama seorang wanita tua dengan uban yang mulai tampak di antara rambut tebalnya yang hari itu diikatnya. Ayah mengajarkanku memanggilnya dengan sebutan nenek.

Hari itu aku memotong kue tart pertama seumur hidupku. Kutiup lilin berbentuk angka 5, kemudian disambut dengan riuh tepuk tangan setiap orang yang datang ke acara ulang tahunku hari itu. Ayah, mama, nenek dan mereka yang hadir sangat bahagia. Aku pun bahagia hari itu. Dan yang tak kusangka, itu menjadi ulang tahun pertama dan yang terakhir kurayakan dengan kebahagian penuh dan ditemani kedua orang tuaku.

Hari-hari setelah itu adalah lembaran-lembaran waktu yang ingin kulupakan. Namun tidak pernah bisa.

Masih jelas dalam ingatanku bagaimana ibu menangis di pangkuan nenek sambil memegang selembar kertas. Air mata mama tidak henti-hentinya mengalir membasahi pakaian nenek. Mama berbicara sambil terisak-isak dengan kata-kata yang tak kumengerti. Sedangkan ayah duduk di kursi depan nenek juga dengan memegang selembar kertas yang sama seperti dipegang mama. Tapi ayah terlihat mematung. Ia tidak bergerak sama sekali. Aku takut melihat keadaan itu. Aku tidak berani keluar, aku hanya mengintip dari balik pintu kamarku.

Semenjak kejadian itu ayah dan mama berubah, mereka tidak pernah lagi menemani aku tidur, bahkan sekedar menyuap sarapanku pun tidak pernah. Sekarang aku tidur bersama nenek, makan dan bermain bersamanya. Nenek pun sering menceritakan kisah-kisah dari buku tebal bersampul hitam sebelum aku tidur, atau menutup telingaku dengan bantal sambil bersembunyi di balik selimut dan bernyanyi lagu-lagu Tuhan yang kupelajari dari sekolah minggu, setiap kali kudengar ayah dan mama berkelahi di luar. Aku ingin sekali bertanya, tapi aku tidak berani. Ayah dan mama berubah. Mereka seperti menjauhiku. Sering mereka melihatku sambil menangis, tapi saat aku mendekat, mereka tak memelukku. Tidak seperti dulu mereka selalu memelukku, menciumku, memanjakanku. Ayah, mama, apa salah jonathan? Ingin sekali kutanyakan pertanyaan ini pada mereka.

Bulan-bulan berlalu, mendadak semua berubah. Seperti petir yang datang tiba-tiba menghentak di saat hujan rintik. Mama yang terlihat makin kurus, kata nenek menginap di Rumah Sakit, ayah pun jadi sering batuk-batuk. Dan tidak kusangka mama hari itu pulang ke rumah, tapi mama terlihat sangat kaku, wajah cantiknya terlihat pucat. Banyak orang datang ke rumah dengan pakaian hitam. Ayah kembali mematung disudut ruangan memdandang tubuh kaku mama dengan linangan air mata. Nenek duduk disamping tubuh mama, nenek juga menangis hari itu, sesekali nenek mengelus pipi putri bungsunya itu. Ia sangat sedih. Tak pernah sebelumnya kulihat nenek sesedih ini. Wanita tua yang tangguh itu telah kalah. Air matanya jatuh tak tertahan. Keluargaku yang lain ada yang ikut menangis ada juga yang sibuk mengerjakan hal yang tak kumengerti. Padahal mereka dulu adalah orang-orang yang tertawa bahagia bersama ayah, mama dan nenek saat ulang tahunku. Apa yang terjadi? Kata nenek padaku, mama telah meninggal. Maksudnya?

Entah apa itu artinya aku tak mengerti. Dan beberapa bulan berikutnya hal yang sama kembali terjadi di rumahku. Kali ini tubuh ayah yang dulunya tegap, sekarang menjadi kurus, pucat dan kembali mematung. Tapi kali ini tidak ada air mata di wajah ayah. Semua orang pun hari ini menangis. Mereka orang yang sama saat ibu dulu terbaring kaku di ruangan ini, tapi kali ini mereka tidak seorangpun mau memelukku seperti dulu waktu mama meninggal, mereka hanya menangis sesaat lalu pergi menghilang, tidak seramai waktu mama meninggal. Nenek yang juga ikut menangis, mengatakan hal yang sama seperti dulu kudengar, ayah telah meninggal.

***

Aku tak mengerti apa maksudnya meninggal. Yang kupahami sejak mama dan ayah meninggal, mereka tidak pernah ada lagi di rumah. Entah kemana mereka aku tak tahu. Sekarang hanya aku dan nenek yang tinggal di rumah ini. Keluargaku yang lain, tidak pernah lagi datang, kalaupun datang mereka seperti menghindariku. Mereka hanya ngobrol sama nenek, bahkan mereka melarang anak mereka bermain denganku.

Saat ini hanya neneklah temanku, aku tak pernah lagi keluar rumah. Semua tetanggaku menjauhi aku dan nenek. Mereka melarang anak-anak mereka bermain bersamaku. Bahkan bersalaman saja mereka tak mau.

Terasing dalam kesendirian.